Oleh: Agus Prasetya
Ketika mendalami dunia teknologi pikiran, sampailah saya pada sebuah gagasan yang saat ini menjadi pembicaraan hangat di seluruh dunia, khususnya di bidang pengembangan diri. Gagasan tersebut adalah hukum ketertarikan atau yang lebih populer dengan “the law of attraction” (LOA). Gagasan ini terutama dipopulerkan oleh Rhonda Byrne (2006), dengan bukunya The Secret, serta Michael J. Losier (2006) dengan bukunya Law Of Attraction. Jika anda belum paham tentang apa itu LOA, anda bisa membaca buku tersebut. Dalam LOA intinya adalah apa yang kita pikirkan secara terus menerus dengan penuh keyakinan akan memiliki kekuatan untuk menarik apa-apa yang kita pikirkan tersebut. Jika kita memikirkan mobil maka pikiran akan memancarkan kekuatan untuk menarik mobil dan menghadirkannya untuk kita. Jika kita memikirkan kebaikan maka pikiran akan menarik kebaikan hadir di hadapan kita. Jika kita memikirkan keburukan maka begitu juga sebaliknya. Rhonda Byrne mengatakan:
“Hukum tarik-menarik adalah hukum alam, ia tidak memilih orang, siapapun mengalaminya. Ia juga tidak memandang pikiran baik atau buruk, mau atau tidak mau, ia hanya menerima signal dari pikiran anda dan memantulkannya kembali. Ketika anda focus pada sesuatu sebenarnya anda sedang memanggil sesuatu itu untuk hadir dalam hidup anda.”
Dalam artikel ini saya akan mencoba mengajak anda untuk melihat sisi lain gagasan ini khususnya dari sudut pandang islam. Sebelumnya, saya ingin mengajak anda untuk memahami secara kritis hukum ketertarikan ini. Ada beberapa pertanyaan yang harusnya menjadi pertanyaan kita bersama, benarkah adanya sistem tarik menarik antara pikiran dan alam semesta adalah sebuah hukum??? Atau hanya sekedar klaim yang didukung oleh testimoni-testimoni??? Sudahkah hukum ini melalui penelitian ilmiah??? Kalau sudah diteliti, lalu metode apa yang digunakan, apa instrumennya, dan alat ukur seperti apa yang bisa digunakan untuk mengukur gaya tarik-menarik tersebut???. Para pakar dan penggagas LOA mengatakan bahwa gagasan ini adalah hukum yang berlaku mutlak dan universal sebagaimana hukum gravitasi. Benarkah seperti itu? Hukum grafitasi dapat kita buktikan kapanpun dan dimanapun asal masih dibawah atmosfer bumi, serta bisa dibuktikan oleh siapapun. Silahkan anda lempar apapun ke atas, pasti akan jatuh ke bawah menuju bumi. Siapapun dapat membuktikan hukum grafitasi, tanpa terkecuali. Namun bagaimana cara membuktikan kebenaran hukum ketertarikan (LOA)? Silahkan anda bayangkan dan pikirkan setiap hari menjadi presiden. Apakah anda pasti akan jadi presiden? Mungkin iya mungkin tidak, kalau sebelum jokowi berhenti jadi presiden anda sudah mati jelas anda tidak mungkin jadi presiden. Padahal yang namanya hukum harusnya bersifat pasti, tapi kenapa disini masih terbuka kemungkinan adanya ketidakpastian.
Sekarang mungkin anda bertanya-tanya? Kalau memang begitu mengapa banyak orang yang percaya bahkan yang percaya justru bukan orang-orang bodoh? Para penggagas LOA adalah orang-orang pandai dalam bidang teknologi pikiran. Mereka paham betul bagaimana cara nya “menjual” ide dan gagasan. Orang percaya atau tidak percaya belum tentu karena sesuatu tersebut benar atau tidak benar. Secara teoritis, pikiran bawah sadar seseorang akan mudah percaya dan menerima apa-apa yang disampaiakn secara berulang-ulang apalagi oleh para figur serta didukung oleh media. Banyak orang percaya ada jenis-jenis hantu seperti kuntilanak, gendruwo, pocong dll. Tapi apakah mereka semua sudah melihat sendiri makhluk-makhluk tersebut? Kalau belum dari mana mereka bisa percaya. Tentunya dari cerita, testimoni, dan film-film yang mereka lihat serta dengar secara berulang-ulang.
Sekarang kita kembali ke pokok pembahasan tentang LOA dari sudut pandang islam. Saya tidak hendak berijtihad tentang halal dan haramnya LOA, karena ini tentu bukan ranah dan kemampuan saya untuk berfatwa. Disini saya hanya mengajak anda untuk membandingkan dan meninjau ulang LOA dari sudut pandang islam. Untuk halal dan haramnya silahkan anda simpulkan sendiri. Disini saya tidak membahas tentang benar salahnya teknik-teknik dan langkah-langkah mengamalkan LOA. Secara prosedur saya melihat tidak ada masalah yang serius. Disini saya justru ingin membahas pemikiran mendasar yang dijadikan landasan dasar dalam LOA. Menurut saya, justru disinilah yang ketika kita tidak hati-hati akan tergelincir.
Pada dasarnya, dalam LOA kita tinggal memikirkan apa yang kita inginkan dan kemudian akan ada proses alamiah di alam semesta yang yang akan mendatangkan keinginan kita. Pertanyaanya, siapakah yang mendatangkan keinginan kita tersebut? jawabannya adalah alam semesta atau dengan kata lain hukum di alam semesta inilah yang akan mendatangkannya. Alam semesta sudah menyediakan segalanya, kita tinggal menarik dengan pikiran kita. Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang tokoh LOA, Dr.Joe Vitale:” Anda tidak perlu tahu bagaimana akan terjadinya. Anda tidak perlu tahu bagaimana Semesta akan menyusun ulang dirinya. Anda tidak perlu tahu caranya, anda cukup percaya dan Semesta akan menyusun ulang dirinya dan menyediakan apa yang anda inginkan.”. Padahal dalam islam, Allah lah yang menyediakan dan memberi kita rizqi, bukan yang lain. “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. HUD: 6). “Atau siapakah dia yang memberi kamu rezki jika Allah menahan rezki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?” (QS. Al Mulk: 21). Lisa Nichols mengatakan: “Langkah pertama adalah meminta, berilah tugas kepada semesta. Biarkan Semesta mengetahui apa yang anda inginkan. Semesta selalu merespons pikiran-pikiran anda. Anda harus memilih suatu keinginan, nyatakanlah dengan jelas dalam benak anda. Jika tidak jelas anda sedang mengirimkan sinyal campur-baur dan Semesta tidak mereponnya dan tidak mendatangkan apa-apa ke dalam hidup anda.” Disinilah kita harus hati-hati, dalam konsep LOA sama sekali tidak melibatkan peran tuhan dalam meraih keinginan kita. Dua hal yang menjadi titik fokus adalah pikiran dan semesta. Adanya ketertarikan kedua hal tersebut yang akan mendatangkan apa yang kita inginkan. Peniadaan keterlibatan tuhan mungkin untuk semakin menguatkan bahwa hukum ini ilmiah dan universal. Namun ketika sudah menyangkut rizqi(harta, kesehatan, kebahagiaan), kita tidak bisa meniadakan peran tuhan baik secara langsung maupun tidak. Dalam islam, sebab datangnya rizki bukan karena apapun kecuali satu hal yaitu pemberian Allah “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”(QS. Thaha: 132).
Ketika mengamalkan langkah-langkah dalam LOA, proses pelaksanaanya mungkin tidak ada masalah dan akan terlihat baik-baik saja. Kita diajari meminta bahkan bersyukur. Namun pertanyaannya kepada siapa kita meminta? Dan untuk apa syukur kita? Untuk menjalankan perintah agama ataukah mengamalkan LOA? Inilah yang perlu kita renungkan bersama. Sebab dalam islam, perkara niat adalah perkara yang amat menentukan.
Wallahu a’lam bi shawab
Mas Agus, Saya sdg penasaran bgmn memanage kekuatan pikiran kita. Allah memberikan kita fisik dan fikirna, kita sdh tahu ilmunya kalau ingin fisik kita berprestasi maka larihlah fisik kitaenjado kiat sehingga bosa berprestasi. Nah, Saya sara sama Allah memberikan fikoran utk kita bukan, andaikan Kita bisa memaksimalkan kekuatan filiran kita, maka Akan berprrstasi juga..bukankah kita juga harua memaksimalkan pemberian dr Allah ni ?? Jika mas Agua adaemdemgar training bagaimana memaksimalkan kekuatan pikiran kita dengan tetap di dasari Allah, Saya boleh minta sarannya
Terima kasih atas pertanyaanya, meskipun beberapa kata ada sedikit kesalahan ketik namun semoga saya bisa memahami pertanyaan ibu…. silahkan kita memaksimalkan kemampuan pikiran kita, silahkan kita menggunakan pikiran kita untuk menunjang kesuksesan kita, itu boleh2 saja bahkan harus…… namun kita harus ingat bahwa pikiran kita tidaklah ada dengan sendirinya namun ada karena kuasa Allah. maka saat kita menggunakan pikiran kita, iringi dengan syukur. kita tidak dilarang berimajinasi, kita tidak dilarang membayangkan… intinya, tidak ada larangan untuk berfikir namun yang dilarang adalah keyakinan yang menyatakan bahwa pikiran kita yang mendatangkan segala sesuatunya… padahal Allah lah yang mendatangkan , bukan pikiran…… trm kasih